Anak Muda Dan Salaf Jiwa Jiwa Kaca

Judul Buku: Anak Muda Dan Salaf : Jiwa-Jiwa Kaca
Penulis: Abu Nasim Mukhtar Ibn Rifa’i
Jumlah Halaman: 213
 
Sinopsis Buku
Tema thalabul ilmi masih melekat di edisi-edisi Anak Muda dan Salaf. Bahkan, menurut latar belakangnya, serial tulisan di chanel telegram Anak Muda dan Salaf lahir dari keprihatinan menurunnya motivasi thalabul ilmi di kalangan anak muda. Edisi ke- 6 ini pun tak jauh-jauh dari tema thalabul ilmi.
Beberapa reportase kegiatan dakwah di daerah-daerah jauh, seperti Sorong, Raja Ampat, Pulau Muna, Pulau Belitung, dan Pulau Seram, seakan menyadarkan bahwa masih ada yang berjuang tegak berdiri di antara puing-puing dan reruntuhan semangat thalabul ilmi.
Karena Santri Pantang Berhenti adalah artikel resolusi untuk melukiskan nyala thalabul ilmi yang tak rela jika padam, bahkan sekalipun meredup. Sebagai pelengkap, untuk mereka yang sempat surut bahkan mundur berbalik arah, Agar Api Thalabul Ilmi Menyala Kembali di Hati adalah artikel yang lumayan menarik untuk dikaji.
Kota Madinah sebagai kota ilmu dan peradaban, kota yang merekam sejarah para ulama, hendaknya dijadikan salah satu cita-cita untuk dituju dalam thalabul ilmi. Memang tidak mudah dan tidak gampang. Diperlukan pengorbanan yang tidak sedikit dan perjuangan panjang. Namun, sabda Nabi lebih kuat lagi bahwa : Madinah Jauh Lebih Baik Andai Saja Mereka Mengetahui.
Ibarat menu makanan, thalabul ilmi sangatlah spesial dan istimewa. Berasal dari bahan-bahan terbaik dengan cita rasa yang tidak diperselisihkan kenikmatannya. Hanya saja, karena proses pengolahannya yang asal-asalan, cara menghidangkannya yang tidak tepat, atau orang-orangnya yang tidak professional, membuatnya menjadi menu makanan yang amburadul dan berantakan.
Kurang lebih thalabul ilmi pun demikian. Mestinya, thalabul ilmi adalah ibadah yang menyenangkan, aktivitas yang tidak membuat jemu, dan jalan hidup yang pasti untuk sukses. Namun, karena tata kelola nya yang masih belum maksimal, sumber daya manusia yang kurang berpengalaman, orang tua yang tahu nya satu arah saja, hingga lingkungan belajar yang tidak ideal, akhirnya membuat thalabul ilmi menjadi menakutkan (bagi sebagian), bahkan membikin trauma.
Sudah Cukupkah Waktmu Untuk Anak merupakan artikel yang menyindir tentang kualitas dan kuantitas waktu yang masih kurang dalam proses pendidikan, baik di rumah maupun di sekolah. Lebih-lebih jika dihitung-hitung, ada sebagian orang tua yang berpisah dari anak dalam durasi waktu yang lama. Artikel Menyesal Karena Anak Ditinggal sudah cukup mewakili.
Fenomena cerai muda dan tawuran pun tak lepas dari keharusan untuk evaluasi diri. Sabarnya Rasulullah semoga menjadi pencerah bahwa tidak ada kata selain bersabar untuk menghasilkan generasi yang baik dan membanggakan. Untuk itu, Merangkul Anak Muda disajikan sebagai artikel yang menyegarkan bagi mereka yang telah mulai mengeluh jenuh.
Jiwa-jiwa Kaca yang terpilih sebagai judul edisi kali ini sebenarnya sebuah renungan bahwa harus diakui selama ini kita masih belum maksimal membuka ruang berkembang untuk anak muda, panggung untuk berinisiatif. Kita mesti mengakui bahwa anak-anak muda belum memperoleh penghargaan yang layak saat berpendapat.
Justru sebaliknya, karena pola asuh dan pola didik yang pasif dan negatif, semisal kekerasan fisik, tekanan emosional, dan serangan verbal, membuat jiwa anak-anak itu rapuh dan mudah pecah. Persis kaca! Sedikit-sedikit salah, sebentar-sebentar dibentak, dan belum apa-apa disuruh diam tidak boleh membantah (baca; bicara).
Seperti itukah mendidik? Seperti itukah Rasulullah mencontohkan? Tentu tidak! Silahkan membaca Jiwa-Jiwa Kaca agar kita semakin bijak kepada anak! 
Edisi Anak Muda dan Salaf ke- 6 ini juga menyajikan artikel-artikel lain yang bersifat tazkiyatun nufus (penyejuk jiwa) seperti Kamulah Batu Penghalang Jalan yang mengajak pembaca untuk lebih banyak instropeksi diri daripada menyalahkan orang lain. Serta Susahmu Karena Mendongakkan Wajahmu sebagai bahan renungan bahwa banyak waktu terbuang percuma karena sering melihat kepada yang lebih di atas dalam urusan duniawi. Itulah yang membuat hati susah, merasa kurang, tidak puas, bahkan muncul iri dan benci. Na’udzu billah